Oleh: Berry Sastrawan
Walikota Bogor,
Dr. Bima Arya yang sudah memimpin Kota Bogor selama 2 Tahun 6 Bulan 21 Hari
terhitung dari 07 April 2014 hingga 28 Oktober 2016 ini. Kepemimpinan seorang
Kepala Daerah sedikit banyak berpengaruh signifikan dalam keberhasilan dalam
Kinerja Pembangunan Daerahnya, sehingga untuk Konteks Kota Bogor, keberhasilan
Walikota Bogor bisa dilihat dari bagaimana Progress dari 6 (enam) Skala
Prioritas Pembangunan Kota Bogor yaitu (1) Penataan Transportasi; (2) Penataan
Pedagang Kaki Lima (PKL); (3) Pengelolaan Sampah; (4) Perizinan; (5)
Pengentasan Kemiskinan; dan (6)Reformasi Birokrasi. Menjadi pertanyaan Besar,
lalu bagaimana progress keenam Skala Prioritas selama 2 tahun ke belakang ?
pertanyaan ini menjadi evaluasi bagi
Walikota Bogor yang sedang ‘Demam’ Taman.
Pertama,
Penataan Transportasi yang dilakukan Walikota Bogor di tahun pertama belum
terlihat progress yang sangat signifikan, terlihat masih kebingungan
menyelesaikan permasalahan kemacetan di Kota Bogor, ketika tahun kedua setelah
dilantiknya Jokowi-JK menjadi Presiden dan Jokowi cukup sering berkantor di
Istana Bogor, Bima Arya cukup sering dapat panggilan dari Presiden mengenai
kemacetan dan PKL, barulah keluar kebijakan di tahun kedua mengenai Sistem Satu
Arah (SSA) yang sebenarnya hanya mengalihkan kemacetan yang tadinya sekitar
Istana dan Balai Kota menjadi di Jalan Otista sekitar Pasar, tentu yang jadi
Korban adalah Wong Cilik. Bahkan
Aplikasi Waze merilis hasil Surveynya bahwa Kota Bogor menjadi Kota untuk
berkendara terburuk di Dunia.
Kedua,
Penetaan PKL yang dilakukan oleh Walikota Bogor salah satunya adalah penataan
di sekitar Stasiun, demi mengurai kemacetan di Jalan yang berhadapan dengan
Stasiun dan jalan di depan Polresta Bogor, lagi-lagi walikota Bogor
mengorbankan rakyat kecil dengan menertibkan para PKL tanpa tahu jelas
relokasinya kemana. Dan kemacetan di stasiun hanya pengalihan kemacetan yaitu
kemacetan dipindah setelah jembatan penyebrangan di Stasiun. Walikota
menjanjikan adanya zona PKL dan dibentuknya Perda tentang PKL, tapi hingga
sekarang belum ada kejelasan dalam tata ruang dan cenderung lamban dalam
pembentukan perda tersebut, yang pasti Perda tersebut harus pro PKL, jangan
sampai Perda ini masih membuka akses kepada para preman yang melakukan Pungli,
atau hanya ingin mendapat simpati dari para PKL.
Ketiga,
Permasalahan Sampah di Kota Bogor masih pelik, terlihat sekitar 150 ton atau
setara 131 truk sampah yang dihasilkan warga Kota Bogor tidak terangkut setiap
harinya. Sebagian sampah yang tidak terangkut tertibun di selokan, pasar,
tempat pembuangan sampah liar atau dibuang ke sungai. Sehingga kinerja dalam
hal persampahan ini juga masih belum terlihat signifikan.
Keempat,
Perizinan di Kota Bogor salah satunya menjadi permasalahan yang diturunkan dari
Kepemimpinan sebelumnya, Bima Arya berjanji untuk perizinan akan lebih ketat
dan Bogor bukan untuk diJual, tapi pada kenyataannya Pemerintah Pusat justru
menginginkan membuka seluas-luasnya bagi investor untuk berinvestasi dan
pemerintah pusat akan mencabut perda jika menghambat atau mempersulit investor,
maka bisa rakyat Bogor lihat bangunan-bangunan seperti hotel, restoran, rumah
sakit swasta dan Mall tetap dibangun untuk menambah (Pendapatan Asli daerah
(PAD) dan menambah kemacetan pastinya.
Kelima, Pengentasan
Kemiskinan yang sedikit terlupakan oleh Walikota Bogor, perhatian beliau
seolah-olah habis untuk membangun taman dan taman yang notabene dinikmati oleh
kelas menengah ke atas. Walikota Bogor sendiri menyadari akan hal ini ketika
kepemimpinan di tahun kedua, ketika cukup banyak kalangan yang mengkritiknya
mengenai kurang diperhatikannya kaum marjinal ini. Data terakhir, jumlah warga
miskin di Kota Bogor mencapai 42.000 keluarga sangat miskin (KSM) dari
total penduduk 1,02 juta jiwa yang tersebar di 67 kelurahan. Angka kemiskinan
Kota Bogor turun menjadi sekitar 6,9 persen, dari sebelumnya 8,4 persen.
Seharusnya dengan anggaran Rp. 185 M. Pemerintah Kota lebih berani lagi pasang
target lebih besar untuk menurunkan angka kemiskinan di Kota Bogor. Kemudian
permasalahan kemiskinan bukan hanya sekedar naik turunnya angka kemiskinan atau
menganggap yang miskin sedikit, tapi bagaimana perhatian, pendampingan dan
edukasi yang dilakukan oleh pemerintah dan elemen lain untuk konsen dan fokus
untuk mengentaskan kemiskinan.
Keenam,
Reformasi Birokrasi yang dilakukan Walikota Bogor salah satunya dengan rotasi
dan mutasi para pejabat Birokrat Kota Bogor, rotasi dan mutasi ini dilakukan
setelah adanya Rapor Merah dari BPK RI dari empat Dinas yaitu Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air, Unit Layanan Pengadaan, Bidang Pendapatan dan Dinas
Pendidikan Kota Bogor. Bahkan terkhir Dinas Koperasi dan UMKM terjerat kasus
angkahong dan menjadi Terdakwa dalam kasus tersebut. Ini menjadi pembelajaran
tersendiri bagi walikota, yaitu terlihat dari lemahnya pengendalian dan kontrol
dari Walikota, seharusnya Walikota sudah bisa mencegah hal tersebut terjadi
jika kontrol dan pengendalian berjalan dengan baik. Sehingga kinerja yang dilakukan
lebih baik mencegah sebelum mengobati, bukan baru ramai di media baru
bertindak, sehingga terlihat pencitraan oleh masyarakatnya.