MAKALAH ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DUNIA TERHADAP PEMBANGUNAN INDONESIA
disusun oleh :
Berry Sastrawan
|
(D. 11 10 150)
|
Della Arumita S.
|
(D. 11 10 135)
|
Farhan Kamal
|
(D. 11 10 142)
|
Iin Kurniasih
|
(D. 12 10 063)
|
PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU
SOSIAL, ILMU POLITIK DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
DJUANDA
BOGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu dalam menyelesaikannya yaitu makalah Administrasi Pembangunan yang berjudul “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Administrasi Pembangunan”
Dengan rendah hati penulis
membuat makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Dimana dalam pembentukan dan penyusunan makalah ini penulis
melakukannya penuh dengan kerja keras, dari mencari bahan materi, penyusunan,
sampai peninjauan pustaka dari berbagai macam buku dan sumber-sumber yang lain,
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan hal tersebut dijadikan Motivasi dan Evaluasi dalam membuat tulisan karya Ilmiah yang lebih baik lagi di hari yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bogor,
22 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
|
...............................
|
I
|
DAFTAR ISI
|
...............................
|
Ii
|
BAB I PENDAHULUAN
|
...............................
|
1
|
1.1.Latar Belakang Masalah
|
...............................
|
1
|
1.2.Rumusan Masalah
|
...............................
|
1
|
1.3.Tujuan
|
...............................
|
2
|
1.4.Tinjaun
Pustaka
|
...............................
|
2
|
BAB II PEMBAHASAN
|
...............................
|
3
|
2.1.Definisi Iklim
|
...............................
|
3
|
2.2.Macam-Macam Iklim Di Indonesia
|
...............................
|
5
|
2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Iklim Di Indonesia
|
...............................
|
6
|
2.4.Kondisi Perubahan Iklim Di Indonesia
|
...............................
|
7
|
2.5.Dampak yang Disebabkan Perubahan
Iklim
|
...............................
|
9
|
2.5.1.
Efek Rumah Kaca
|
...............................
|
13
|
2.5.2.
Bidang Pertanian
|
...............................
|
14
|
2.5.3.
Bidang Administrasi Pembangunan
|
...............................
|
16
|
2.6.Antisipasi Perubahan Iklim
|
...............................
|
17
|
2.6.1. Mengurangi Efek Rumah
Kaca
|
...............................
|
17
|
2.6.2.
Protokol Kyoto
|
...............................
|
19
|
2.6.3.
Bidang
Pertanian
|
...............................
|
20
|
2.6.4. Solusi Alternatif
|
...............................
|
22
|
BAB IV PENUTUP
|
...............................
|
26
|
3.1.Kesimpulan
|
...............................
|
26
|
3.2. Saran
|
...............................
|
27
|
DAFTAR PUSTAKA
|
...............................
|
28
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca
dalam waktu yang panjang. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari
terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan
oleh letak geografis. Di Indonesia secara umum kita dapat menyebutnya sebagai
iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Seluruh kepulauan Indonesia
yang letaknya sepanjang khatulistiwa antara 6° LU dan 11° LS dan antara 95° dan
141° BT termasuk daerah beriklim tropis. Sifat utamanya ialah suhu yang selalu
tinggi, tanpa penyimpangan-penyimpangan yang besar.
Sehingga dalam hal ini dipelajarilah
mengenai iklim di Indonesia salah satunya yaitu mengenai macam – macam iklim di
Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun guna dari
mempelajari lebih lanjut mengenai Iklim di Indonesia beserta macam serta faktor
yang dapat mempengaruhi iklim di Indonesia yang mana akan berkaitan dengan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selain itu hal ini juga berpengaruh pada keadaan
tanah yang menjadi media tumbuh untuk tanaman yang dibudidayakan.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Apa definisi Iklim?
2.
Apa macam-macam
iklim di Indonesia?
3.
Faktor apa saja yang mempengaruhi iklim di Indonesia ?
4.
Apa saja bentuk-bentuk kerugian dan keuntungan adanya iklim di Indonesia ?
5.
Bagaimana pengaruh iklim di Indonesia seperti pada pembangunan ?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu iklim
2. Untuk mengenal akan macam-macam iklim
di Indonesia
3. Untuk mengetahui faktor- faktor apa
saja yang mempengaruhi iklim di Indonesia
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk
kerugian dan keuntungan adanya iklim di Indonesia
5. Untuk mengetahui pengaruh iklim di Indonesia seperti pada pembangunan.
1.4.Kajian Pustaka
Bahan-bahan
makalah kami ambil dari situs-situs internet yang berbeda-beda agar supaya data yang kami kumpulkan
tentang materi pemanasan global bisa mendekati kejadian yang sebenarnya telah
terjadi dan bisa menyampaikan materi dengan baik. Untuk lebih jelasnya nanti
kami lampirkan pada daftar pustaka sumber-sumber yang kami ambil.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Iklim
Berikut ini
beberapa pengertian Iklim menurut
lembaga dan pakar yang berkaitan :
1.
Keadaan rata-rata cuaca yang terjadi pada suatu wilayah
yang luas dan dalam kurun waktu yang lama (25- 30 tahun).
2.
Berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu
dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi secara sesaan tetapi dalam
kurun waktu yang panjang ( Kementrian lingkungan hidup, 2001 ).
3.
Iklim adalah sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu
yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai
statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate
Conference, 1979).
4.
Iklim adalah konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan
cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang
(Glenn T. Trewartha, 1980).
Al-Qur’an menyebutkan secara
kontektual dalam sebuah ayat :
5. ظَهَرَ
الْفَسَا دُ فِى ا لْبَرِّ وَ الْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِ ى النَّا سِ لِيُذِ
يْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِ يْ عَمِلُوْالَعَلَّهُمْ يَرْ
جِعُوْ نَ (41) [سو ر ة الر و م ]
Artinya : “Telah tampak kerusakan
didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah
menghendaki agar merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
kembali (ke jalan yang benar)”.
Berdasarkan
ayat di atas, telah jelas bahwa jauh sebelum kerusakan lingkungan yang terjadi
seperti saat ini, Allah melalui firman – Nya dalam Al – Qur’an telah
memfirmankan bahwa kerusakan lingkuangan akan terjadi akibat dari ulah tangan –
tangan manusia. Maha Besar Allah dengan segala firman – Nya.
Menurut undang - undang nomer 23 tahun 1997 Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahkuk hidup termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahkluk hidup lainnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklim memiliki arti keadaan hawa
(suhu, kelembapan, awan, hujan dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam
jangka waktu yang agak lama (30 tahun).
Iklim sendiri memiliki peran yang
sangat penting bagi kehidupan di bumi baik bagi hewan, tumbuhan, dan manusia.
Bagi dunia pertanian, iklim sangat menentukan keberhasilan usaha pertanian.
Pentingnya
iklim bagi pertanian memang tidak dapat dipungkuri. Seperti yang disebutkan di
atas, iklim berperan bagi keberhasilan pertanian itu sendiri. Namun, sayangnya,
keadaan iklim saat ini sangat berbeda dengan keadaan pada masa dahulu. Saat
ini, perubahan iklim sangat tidak bisa diprediksi.
Perubahan iklim sendiri memiliki makna berubahnya suatu keadaan cuaca pada
daerah tertentu yang tidak seharusnya terjadi pada saat itu. Perubahan ini sendiri dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal yang akan dibahas pada materi bahasan
berikutnya.
2.2.Macam-Macam Iklim Di Indonesia
Iklim
di Indonesia hampir seluruhnya tropis. Seragam air hangat yang membentuk 81%
dari daerah di Indonesia memastikan bahwa suhu di darat tetap cukup konstan,
dengan dataran pantai rata-rata 28 °C, daerah pedalaman dan gunung rata-rata 26
°C, dan daerah pegunungan yang lebih tinggi, 23 °C. Suhu bervariasi sedikit dari
musim ke musim, dan Indonesia relatif mengalami sedikit perubahan pada panjang
siang hari dari satu musim ke musim berikutnya, perbedaan antara hari
terpanjang dan terpendek hari tahun ini hanya empat puluh delapan menit. Hal
ini memungkinkan tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun.
Variabel
utama iklim di Indonesia tidak suhu atau tekanan udara, namun curah hujan.
Daerah itu kelembaban relatif berkisar antara 70 dan 90%. Angin yang moderat
dan umumnya dapat diprediksi, dengan musim hujan biasanya bertiup dari selatan
dan timur pada bulan Juni hingga September dan dari barat laut pada bulan
Desember sampai Maret. Topan dan badai skala besar menimbulkan bahaya sedikit
untuk pelaut di perairan Indonesia; bahaya besar berasal dari arus deras di
saluran.
Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari
iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis
Khatulistiwa, sehingga dalam setahun matahari melintasi ekuator sebanyak dua
kali. Matahari
tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September.
Sekitar
April-September, matahari berada di utara ekuator dan pada Oktober-Maret
matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya
menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim
hujan dan musim kemarau.
Pada
saat matahari berada di utara ekuator, sebagian wilayah Indonesia mengalami
musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagaian besar wilayah
Indonesia mengalami musim penghujan.
Unsur
iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan,
karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama.
Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan
tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing.
Distribusi
hujan bulanan dengan pola monsun adalah adanya satu kali hujan minimum. Hujan
minimum terjadi saat monsun timur sedangkan saat monsun barat terjadi hujan
yang berlimpah. Monsun timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus yaitu
saat matahari berada di garis balik utara. Oleh karena matahari berada di garis
balik utara maka udara di atas benua Asia mengalami pemanasan yang intensif
sehingga Asia mengalami tekanan rendah. Berkebalikan dengan kondisi tersebut di
belahan selatan tidak mengalami pemanasan intensif sehingga udara di atas benua
Australia mengalami tekanan tinggi. Akibat perbedaan tekanan di kedua benua
tersebut maka angin bertiup dari tekanan tinggi (Australia) ke tekanan rendah
(Asia) yaitu udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek sehingga uap air
yang dibawanyapun sedikit.
2.3.Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Iklim Di Indonesia
Fator-faktornya
dapat diperinci sebagai berikut :
1. Faktor alami
a. Pada skala global (bumi secara
keseluruhan) yaitu kepulauan
Indonesia dikelilingi oleh dua samudra yaitu samudera hindia dan samudera
pasifik dan berbatasan dengan dua benua yaitu benua austalia dan benua asia.
b. Pada skala regional yaitu kepulauan Indonesia terdiri atas lima
pulau besar dan ribuan pulau kecil , dikelilingi dan diantarai oleh laut – laut
dan selat – selat.
c. Pada Skala Lokal yaitu gunung-gunung yang menjulang tinggi
besar pengaruhnya atas penyebaran curah hujan dan suhu. Iklim dapat dipengaruhi
oleh pegunungan. Pegunungan menerima curah hujan lebih dari daerah dataran
rendah karena suhu di atas gunung lebih rendah daripada suhu di permukaan laut.
2. Faktor buatan
·
Pengaruh Manusia yaitu mempengaruhi iklim sejak kita muncul di bumi
ini jutaan tahun lalu. Pada waktu itu, yang mempengaruhi iklim kecil.
Pohon-pohon ditebang untuk menyediakan kayu untuk api. Pohon mengambil karbon
dioksida dan menghasilkan oksigen. Penurunan pohon karena itu akan telah
meningkatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer.
·
Revolusi Industri, mulai pada akhir abad 19, telah memiliki
pengaruh yang besar pada iklim.. Penemuan motor mesin dan meningkatkan
pembakaran bahan bakar fosil telah meningkatkan jumlah karbon dioksida di
atmosfer Jumlah pohon yang ditebang juga meningkat, yang berarti bahwa karbon
dioksida dihasilkan ekstra tidak dapat diubah menjadi oksigen.
2.4.Kondisi Perubahan Iklim Di Indonesia
Pada
saat yang sama, Indonesia beresiko mengalami kerugian yang signifikan karena
perubahan iklim. Karena keberadaannya sebagai negara kepulauan, Indonesia
sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kekeringan yang semakin panjang,
frekuensi peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering, dan curah hujan tinggi
yang berujung pada bahaya banjir besar, semuanya merupakan contoh dari dampak
perubahan iklim. Terendamnya sebagian daratan negara, seperti yang terjadi di
Teluk Jakarta, telah mulai terjadi. Demikian pula, keberagaman spesies hayati
yang sangat kaya dimiliki Indonesia juga berada dalam resiko yang sangat besar.
Pada gilirannya, hal ini akan membawa efek yang merugikan bagi sektor
pertanian, perikanan dan kehutanan, sehingga berujung kepada terciptanya
ancaman atas ketersediaan pangan dan penghidupan.
Pemanasan
global akan meningkatkan temperatur, memperpendek musim hujan, dan meningkatkan
intensitas curah hujan. Kondisi ini dapat mengubah kondisi air dan kelembaban
tanah yang akhirnya akan mempengaruhi sektor pertanian dan ketersediaan pangan.
Perubahan iklim dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah sebesar 2-8 %,
sehingga menurunkan hasil panen beras. Suatu model simulasi perubahan iklim
telah memproyeksikan penurunan yang signifikan dari hasil panen di Jawa Barat
dan Jawa Timur.
Pemanasan
global juga akan menaikkan level permukaan air laut, sehingga menggenangi
daerah pesisir produktif yang sekarang digunakan sebagai lahan pertanian. Tak
hanya itu, perubahan iklim juga akan meningkatkan dampak buruk dari wabah
penyakit yang ditularkan melalui air atau vektor lain seperti nyamuk. Pada
akhir dekade 1990an, El Nino dan La Nina diasosiasikan dengan wabah malaria dan
DBD. Akibat dari meningkatnya temperatur, malaria kini juga mengancam daerah
yang sebelumnya tak tersentuh karena suhu dingin, seperti dataran tinggi Irian
Jaya (2013 m. di atas permukaan laut) pada tahun 1997 (Climate Hotmap). Riset
juga telah mengkonfirmasi hubungan antara peningkatan temperatur dan mutasi
virus DBD. Ini berarti kasus-kasus DBD yang ada menjadi lebih sulit ditangani
dan menimbulkan lebih banyak korban jiwa.
Problem
kesehatan lainnya juga dapat diperparah karena perubahan iklim. Contohnya,
manusia dengan penurunan fungsi jantung sangat mungkin menjadi lebih rentan
dalam cuaca yang panas karena mereka membutuhkan energi lebih untuk
mendinginkan tubuh mereka. Suhu panas juga dapat mencetuskan masalah
pernapasan. Konsentrasi zat ozone di level permukaan tanah akan meningkat
karena pemanasan suhu. Ini akan menyebabkan kerusakan pada jaringan paru-paru
manusia.
2.5.Dampak yang Disebabkan
Perubahan Iklim
Suhu yang lebih hangat akan menyebabkan
pergeseran spesies vegetasi dan ekosistem. Daerah pegunungan akan kehilangan
banyak spesies vegetasi aslinya dan digantikan oleh spesies vegetasi dataran
rendah. Bersamaan dengan itu kondisi sumberdaya air yang berasal dari
pegunungan juga akan mengalami gangguan. Selanjutnya stabilitas tanah di daerah
pegunungan juga terganggu dan sulit mempertahankan keberadaan vegetasi aslinya.
Dampak ini tidak begitu nyata di daerah lintang rendah atau daerah berelevasi
rendah. Jika kebakaran hutan makin sering dijumpai di Indonesia, agak sulit
menghubungkan antara kejadian tersebut dengan perubahan iklim, sebab sebagian
besar (kalau tidak seluruhnya) kejadian kebakaran hutan disebabkan oleh
aktivitas manusia yang berkaitan dengan pembukaan lahan.
Bahwa kejadiannya bersamaan
dengan kejadian El-Nino karena fenomena ini memberikan kondisi cuaca yang
kering yang mempermudah terjadinya kebakaran. Namun
seperti diuraikan di atas El-Nino adalah fenomena alam yang terkait dengan
peristiwa iklim ekstrem dalam variabilitas iklim, bukan perubahan iklim dalam
arti seperti yang diuraikan di atas.
Meningkatnya jumlah penduduk memberikan
tekanan pada penyediaan air, terutama pada daerah perkotaan. Saat ini sudah
banyak penduduk perkotaan yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih,
terutama mereka yang berpendapatan dan berpendidikan atau berketerampilan
rendah. Dampak perubahan iklim yang menyebabkan perubahan suhu dan curah hujan
akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air dari limpasan permukaan, air
tanah dan bentuk reservoir lainnya. Pada tahun 2080 akan terdapat 2 hingga 3,5
milyar orang akan mengalami kekurangan air. Pada beberapa daerah aliran sungai
(DAS) penting di Indonesia ketersediaan air permukaan diperkirakan akan meningkat
karena meningkatnya suplus dan menurunnya defisit. Di DAS Citarum, Jawa Barat
peningkatan tersebut mencapai 32%, di DAS Brantas Jawa Timur 34%, dan di DAS
Saadang, Sulawesi Selatan 132% (Murdiyarso, 1994).
Sebagai konsekuensinya kejadian
banjir akan meningkat karena menurunnya daya tampung sungai akibat peningkatan
limpasan permukaan dan menurunnya daya tampung sungai dan waduk akibat
peningkatan erosi dan sedimentasi.
Secara global catatan bencana banjir
menunjukkan peningkatan yang signifikan selama 40 tahun terakhir dengan
kerugian ekonomis ditaksir sekitar US$ 300 milyar pada dekade terakhir
dibanding hanya US$ 50 milyar pada dekade tahun 1960-an. Kawasan pesisir
merupakan daerah yang paling rentan dari akibat kenaikan muka-laut. Dalam 100
tahun terakhir, mukalaut telah naik antara 10-25 cm. Meskipun kenyataannya
sangat sulit mengukur perubahan muka-laut, tetapi perubahan tersebut dapat
dihubungkan dengan peningkatan suhu yang selama ini terjadi. Dalam 100 tahun
perubahan suhu telah meningkatkan pemuaian volume air laut dan meningkatkan
ketinggiannya. Demikian juga penambahan volume air laut juga terjadi akibat
melelehnya gletser dan es di kedua kutub bumi. Dari berbagai skenario,
peningkatan tersebut berkisar antara 13 hingga 94 cm dalam 100 tahun mendatang.
Dengan panjang pantainya yang lebih dari 80.000 km, di mana lebih dari 50
persen diantaranya merupakan pantai landai, Indonesia cukup rentan terhadap
kenaikan muka-laut seperti negara-negara yang berpantai landai seperti
Bangladesh.
Kenaikan muka laut hingga 1,5 m dapat
berpengaruh terhadap 17 juta penduduk Bangladesh. Tetapi hanya dengan kenaikan
1 m dampak sosial-ekonomi terhadap pertanian pantai di beberapa kabupaten di
Jawa Barat bagian utara sudah sangat besar (Parry et al., 1992).Transmisi beberapa
penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim.
Parasit dan vektor penyakit sangat peka
terhadap faktor-faktor iklim, khususnya suhu dan kelembaban. Penyakit yang
tersebar melalui vektor (vector-borne diseases,VBDs) seperti malaria, demam berdarah
(dengeue) dan kaki gajah (schistosomiosis) perlu diwaspadai karena transmisi
penyakit seperti ini akan makin meningkat dengan perubahan iklim.
Di banyak negara tropis penyakit ini
merupakanpenyebab kematian utama. IPCC (1998) memperkirakan bahwa dengan makin
lebarnya selang suhu di mana vektor dan parasit penyakit dapat hidup telah
menyebabkan peningkatan jumlah kasus malaria di Asia hingga 27 persen, demam
berdarah hingga 47 persen dan kaki gajah hingga 17 persen. Di Indonesia
daerah-daerah baru yang menjadi semakin hangat juga memberi kesempatan
penyebaran vektor dan parasitnya. Penjangkitan VBD bahkan terjadi lagi di
daerah-daerah lama yang selama ini sudah dinyatakan bebas. Hal ini disebabkan
karena penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang telah menimbulkan daya tahan
vektor. Disamping itu predator bagi vektor tersebut juga ikut terbasmi.
Jika tidak segera diatasi, maka kenaikan temperatur karena
pemanasan global hingga tahun 2100 akan mengakibatkan mencairnya es di kutub
dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta
menaikkan permukaannya sekitar 9 – 100 cm (4 – 40 inchi), menimbulkan banjir di
daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Diantara 17.500 pulau
di Indonesia, sekitar 4000 pulau akan tenggelam.
Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima
curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini
akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di
dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan
spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah.
Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan
global telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami
musim kemarau yang panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang
menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di
Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga
menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun
drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990.
Pada tahun 2006, akibat pemanasan global terlihat dengan
terlambatnnya musim penghujan yang seharusnya sudah turun pada Oktober 2006.
Namun hingga Desember 2006 hujan belum juga turun. Keterlambatan itu juga
disertai dengan pendeknya periode hujan, namun intensitasnya tinggi. Akibatnya
banjir melanda Jakarta dan sekitarnya.
Pemanasan Global juga mengakibatkan siklus perkawinan dan
pertumbuhan nyamuk (dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa) akan lebih
singkat, sehingga jumlah populasi akan cepat naik. Mengganasnya penyakit
yang disebabkan oleh nyamuk kemudian seolah menyebabkan jenis penyakit baru.
2.5.1.Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca, pertama
kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana
atmosfer memanaskan sebuah planet.
Efek rumah kaca
disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2 ) dan gas-gas
lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya
yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Selain gas CO2 , yang
dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2 ), nitrogen
monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2 ) serta beberapa senyawa organik
seperti gas metana (CH4 ) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut
memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Energi yang masuk ke bumi
mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25%
diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi.
Proses Efek Rumah Kaca
berawal dari sinar matahari yang menembus lapisan udara (atmosfer) dan memanasi
permukaan bumi. Permukaan bumi yang menjadi panas menghangatkan udara yang tepat
diatasnya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik dan posisinya
digantikan oleh udara sejuk. Tanpa Efek Rumah Kaca maka bagian bumi yang tidak
terkena sinar matahari akan menjadi sangat dingin seperti di dalam freezer
lemari es (-18°C).
Mekanisme yang
sebenarnya menguntungkan kehidupan di bumi ini berbalik menjadi sebuah ancaman
tatkala manusia memasuki era industrialisasi (abad ke-18). Untuk menunjang
proses industri, manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, minyak dan gas
bumi untuk menghasilkan bahan baker dan listrik.
Proses pembakaran energi
dari bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan berupa CO2. Otomatis kadar
lapisan gas rumah kaca yang menahan dan memantulkan kembali udara panas ke bumi
menjadi semakin banyak. Bumi pun semakin panas.
2.5.2. Bidang
Pertanian
Sektor pertanian akan terpengaruh
melalui penurunan produktivitas pangan yang disebabkan oleh peningkatan
sterilitas serealia, penurunan areal yang dapat diirigasi dan penurunan
efektivitas penyerapan hara serta penyebaran hama dan penyakit. Di beberapa tempat
di negara maju (lintang tinggi) peningkatan konsentrasi CO2 akan meningkatkan
produktivitas karena asimilasi meningkat, tetapi di daerah tropis yang sebagian
besar negara berkembang, peningkatan asimilasi tersebut tidak signifikan
dibanding respirasi yang juga meningkat. Secara keseluruhan jika adaptasi tidak
dilakukan, dunia akan mengalami penurunan produksi pangan hingga 7 persen.
Namun dengan adaptasi yang tingkatnya lanjut, artinya biayanya tinggi, produksi
pangan dapat distabilkan. Dengan kata lain stabilisasi produksi pangan pada
iklim yang berubah akan memakan biaya yang sangat tinggi, misalnya dengan
meningkatkan sarana irigasi, pemberian input (bibit, pupuk,
insektisida/pestisida) tambahan. Di Indonesia dengan skenario konsentrasi CO2
dua kali lipat dari saat ini produksi padi akan meningkat hingga 2,3 persen
jika irigasi dapat dipertahankan. Tetapi jika sistem irigasi tidak mengalami
perbaikan produksi padi akan mengalami penurunan hingga 4,4 persen (Matthews et
al., 1995).Perubahan iklim yang terjadi ini, diakibatkan oleh terjadinya efek rumah
kaca yang menyebabkan suhu udara di bumi menjadi makin panas. Hujan asam juga merupakan salah satu
jenis penyebab perubahan iklim bumi.
Sektor
pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Kekeringan yang dialami 36
negara pada tahun 2008 mengguncang ketahanan pangan dunia. Prediksi musim panas
tahun 2040-2060 "warmer than warmest on record" dari Science AAAS,
2009, menampilkan wilayah mana di dunia yang kemungkinan akan lebih panas di
banding tingkat panas yang mungkin terjadi. Sementara itu, kenaikan suhu di
Indonesia sendiri diprediksi mencapai 70-90%.
Di
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa
termasuk daerah yang rentan terjadi perubahan iklim. Perubahan iklim tersebut
berupa berubah-ubah nya pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan suhu
udara. Hal tersebut menyebabkan dampak yang amat serius yang dapat
menyebabkan kejadian ekstrim yang berupa kekeringan dan banjir.
Akibat
perubahan iklim ini, pada tahun 2050 Asia meliputi Asia Tenggara (Indonesia
masuk di dalamnya) dapat diperkirakan akan mengalami kekurangan pangan sebesar
125 juta metrix ton. Tantangan ini menjadi semakin besar bagi Indonesia, dengan
adanya fakta bahwa lima tahun terakhir telah terjadi penurunan Nilai Tukar
Petani (NTP) dari 115 menjadi 98. Bahkan data dari International Fund Of
Agriculture Development (IFAD) menunjukkan 75% dari 1,2 Milyar orang miskin
berada di perdesaan/pertanian.
Di
Indonesia, perubahan iklim ini akan menyebabkan :
a. Seluruh wilayah Indonesia mengalami
kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis;
b. Wilayah selatan Indonesia
mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami
peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya
awal dan panjang musim hujan.
2.5.3.
Bidang Administrasi Pembangunan
Pembangunan meruoakan bidang yang cukup vital bagi sebuah bangsa dan Negara
karena merupakan sebuah usaha dalam mencapai kesejahteraan rakyat apalagi
pembangunan yang dilakukan di Negara berkembang, Administrasi Pembangunan
sangat diperlukan dalam rangka mencapai Negara yang maju.
Indonesia merupakan salahsatu negara berkembang yang cukup berpengaruh di
Asia bahkan Dunia, karena Indonesia merupakan
Negara yang besar dan potensi sumber daya alam yang kaya, akan tetapi
karena Indonesia masih Negara berkembang maka Indonesia beberapa bidang tidak
mampu dalam mengelola sumber daya tersebut, sehingga Indonesia mengundang
Investor dari luar untuk mengelola sumber daya tersebut dengan sistem bagi
hasil, akan tetapi sumberdaya alam tersebut dikuras habis dengan keuntungan
besar dari pihak luar dan Indonesia hanya mendapat pemasukan dari pajak
perusahaan yang kecil dan pengurangan pengangguran yang tidak signifikan
pengaruhnya.
Dampak yang dirasakan oleh Indonesia barulah sekarang, yaitu perubahan
iklim yang disebabkan pemanasan global yang berdampak hampir dalam segala
bidang pembangunan. Maka dari itu, pemerintah harus mempunyai rencana yang jitu
dalam mengatasi perubahan ini.
2.6. Antisipasi Perubahan Iklim
2.6.1. Mengurangi Efek Rumah
Kaca
Satu sisi, Efek Rumah kaca dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
alam. Namun, Efek Rumah Kaca yang berlebihan akibat aktifitas manusia akan
berubah menjadi ancaman untuk kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
ketika manusia menyadari bahwa aktifitasnya telah mengakibatkan Efek Rumah Kaca
yang berlebih, maka diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menguranginya
sehingga mencapai keseimbangannya kembali.
Dunia masih mempunyai kesempatan realistis hingga 2010 guna
menghindari sebagian dari bencana meluas akibat pemanasan global (global
warming). Demikian disampaikan dua peneliti lingkungan dari Universitas
Princeton dan Universitas Brown, Michael Oppenheimer dan Brian O’Neill, di AS
dalam suatu kajian yang dimuat Journal Science.
Sebuah laporan yang dikeluarkan di Cina pada tahun yang sama
menyatakan ramalan, suhu global Bumi bisa meningkat sampai 5,8 derajat Celcius
sedikitnya pada akhir abad ini. Pernyataan ini diperkuat pula oleh laporan lain
dari NASA Goddard Institute for Space Studies yang mengatakan, ambang CO2
meningkat dari angka satuan 280 ppmv (/parts per million by volume/) pada tahun
1850 menjadi 360 ppmv pada tahun 2001. Padahal, dalam kajian yang lain
dikatakan, ambang CO2 di atmosfer harus dicegah untuk tidak melebihi ambang 450
ppmv.
Para ilmuwan mempelajari cara-cara untuk membatasi pemanasan
global. Kunci utamanya adalah:
1. Membatasi
emisi CO2 taitu tehnik yang efektif untuk membatasi emisi karbon ada dua yakni
mengganti energi minyak dengan sumber energi lainnya yang tidak mengemisikan
karbon dan yang kedua penggunaan energi minyak sehemat mungkin.
2. Menyembunyikan
karbon yang juga membantu mencegah karbon dioksida memasuki atmosfer atau
mengambil CO2 yang ada.
Menyembunyikan karbon
dapt dilakukan dengan dua cara:
1.
Di bawah tanah atau penyimpanan air tanah
yaitu bawah tanah atau air bawah tanah bisa digunakan untuk menyuntikkan
emisi CO2 ke dalam lapisan bumi atau ke dalam lautan. Lapisan bumi yang dapat
digunakan adalah penyimpanan alami minyak dan gas bumi di tambang-tambang
minyak. Dengan memompakan CO2 kedalam tempat-tempat penyimpanan minyak di perut
bumi akan membantu mempermudah pengambilan minyak atau gas yang masih tersisa.
Hal ini bisa menutupi biaya penyembunyian karbon. Lapisan garam dan batubara
yang dalam juga bias menyembunyikan karbon dioksida.
2.
Penyimpanan di dalam tumbuhan hidup
yaitu tumbuhan hijau menyerap CO2 dari udara untuk tumbuh. Kombinasi
karbon dari CO2 dengan hidrogen diperlukan untuk membentuk gula sederhana yang
disimpan di dalam jaringan. Mengingat pentingnya tumbuhan dalam menyerap CO2 ,
maka perlunya memelihara pepohonan dan menanam pohon baru lebih banyak lagi.
2.6.2.
Protokol Kyoto
Pemanasan global sudah menjadi isu internasional. Bahkan,
keresahan dunia ini terwujud dalam konferensi Kyoto pada Desember 1997.
Persetujuan konferensi itu berlaku mulai 16 Februari 2005. Protokol Kyoto
adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim (UNFCCC), yakni sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan
global.
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata
pemanasan global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050.
Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol
tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, 25
negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Untuk mencapai protokol
Kyoto ini, semua negara terus menciptakan teknologi yang ramah lingkungan,
terutama negara maju. Karena, negara maju yang banyak mengeluarkan CO2 penyebab
rumah kaca.
Dengan mengedepankan Protokol Kyoto, industri-industri stategis
seperti industri migas, industri transportasi, industri minyak dan gas didorong
untuk menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan. Artinya, sedapat
mungkin meninggalkan penggunaan migas yang merupakan sumber utama emisi gas
karbon.
Lima besar negara penyumbang emisi Gas Rumah Kaca terbesar adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, India, Jepang (sumber :
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
Sejumlah negara industri maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia
hingga kini belum menandatangi protokol ini. Mereka beranggapan, kesepakatan
ini akan mengancam masa depan industi mereka. Padahal, AS tercatat sebagai
salah satu negara penyumbang emis gas karbon terbesar di dunia.
Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama
dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini
mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto
dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.
2.6.3.
Bidang Pertanian
Perubahan
iklim dalam bidang pertanian menyebabkan banyak kerugian khusus nya kepada
petani. Petani kesulitan untuk menanam tanaman yang cocok dengan keadaan iklim
atau cuaca, karena iklim yang saat ini terjadi sangat tidak menentu dan sering
berubah-ubah. Ituah yang jadi pembahasan saat ini, bagaimana antisipasi atau
solusi alternatife dalam mengatasi perubahan iklim pada bidang pertanian.
Strategi
antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek
kunci yang harus menjadi rencana strategis dalam rangka menyikapi perubahan
iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience)
terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.
Upaya
sistematis dan terintegrasi, serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang
kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan
sektor pertanian.
Salah satu contoh strategi adaptasi yang coba dikembangkan yakni
penggunaan tanaman transgenik yang dapat tumbuh di lahan kering karena tidak
perlu pembajakan sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar. Tanaman transgenic adalah tanaman
yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda
atu makhluk hidup lainnya.
Penggabungan
ini bertujuan untuk mendapat tanaman dengan sifat yang diinginkan. Sifat –
sifat yang biasa direkayasa adalah sifat tahan akan serangan hama, tahan
terhadap suhu ekstrim, lebih cepat berbuah, menghasilkan buah yang bagus dan
juga berkualitas.
Selain
strategi adaptasi tersebut, perlunya pemahaman yang baik terhadap fenomena dan
dampak perubahan iklim global pada sektor pertanian dan strategi antisipasi
yang harus dilakukan dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, terutama
kekeringan dan banjir perlu adanya :
·
Standard Operating Procedure (SOP) tentang informasi
perubahan iklim serta mekanisme penyampaiannya kepada para pelaku pertanian
(terutama petani).
·
Sekolah Lapang Pertanian (SLP) yang terintegrasi untuk berbagai
aspek seperti pengelolaan informasi iklim atau air, pengendalian hama terpadu,
agribisnis, dan lain-lain.
Di bidang pertanian, prosedur yang
umum adalah lebih ditekankan adanya upaya mengatur iklim dari pada mengubahnya.
Modifikasi temperature juga dapat dilakukan. Hanya saja, biaya yang dibutuhkan
sangat mahal. Sehingga pilihan penanggulangan melalui modifikasi temperature
pun tidak begitu diminati.
2.6.4.
Solusi Alternatif
·
Jadilah Vegetarian
Memproduksi
daging sarat CO2 dan metana dan membutuhkan banyak air. Hewan ternak seperti
sapi atau kambing merupakan penghasil terbesar metana saat mereka mencerna
makanan mereka. Food and Agriculture Organization (FAO) PBB menyebutkan
produksi daging menyumbang 18% pemanasan global, lebih besar daripada sumbangan
seluruh transportasi di dunia (13,5%). Lebih lanjut, dalam laporan FAO,
“Livestock’s Long Shadow”, 2006 dipaparkan bahwa peternakan menyumbang 65% gas
nitro oksida dunia (310 kali lebih kuat dari CO2) dan 37% gas metana dunia (72
kali lebih kuat dari CO2). Selain itu, United Nations Environment Programme
(UNEP), dalam buku panduan “Kick The Habit”, 2008, menyebutkan bahwa pola makan
daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2, sementara diet
vegan per orangnya hanya menyumbang 190 kg CO2! Tidak mengherankan bila ahli
iklim terkemuka PBB, yang merupakan Ketua Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) PBB, Dr. Rajendra Pachauri, menganjurkan orang untuk mengurangi
makan daging.
·
Tanam Pohon
Satu pohon
berukuran agak besar dapat menyerap 6 kg CO2 per tahunnya. Dalam seluruh masa
hidupnya, satu batang pohon dapat menyerap 1 ton CO2. United Nations
Environment Programme (UNEP) melaporkan bahwa pembabatan hutan menyumbang 20%
emisi gas rumah kaca. Seperti kita ketahui, pohon menyerap karbon yang ada
dalam atmosfer. Bila mereka ditebang atau dibakar, karbon yang pernah mereka
serap sebagian besar justru akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Maka, pikir
seribu kali sebelum menebang pohon di sekitar Anda. Pembabatan hutan juga
berkaitan dengan peternakan. Tahukah Anda area hutan hujan seukuran 1 lapangan
sepak bola setiap menitnya ditebang untuk lahan merumput ternak? Bila Anda
berubah menjadi seorang vegetarian, Anda dapat menyelamatkan 1 ha pohon per
tahunnya.
·
Bepergian yang Ramah Lingkungan
Cobalah
untuk berjalan kaki, menggunakan telekonferensi untuk rapat, atau pergi
bersama-sama dalam satu mobil. Bila memungkinkan, gunakan kendaraan yang
menggunakan bahan bakar alternatif. Setiap 1 liter bahan bakar fosil yang
dibakar dalam mesin mobil menyumbang 2,5 kg CO2. Bila jaraknya dekat dan tidak
terburu waktu, anda bisa memilih kereta api daripada pesawat. Menurut IPCC,
bepergian dengan pesawat menyumbang 3-5% gas rumah kaca.
·
Kurangi Belanja
Industri
menyumbang 20% gas emisi rumah kaca dunia dan kebanyakan berasal dari
penggunaan bahan bakar fosil. Jenis industri yang membutuhkan banyak bahan
bakar fosil sebagai contohnya besi, baja, bahan-bahan kimia, pupuk, semen,
gelas, keramik, dan kertas. Oleh karena itu, jangan cepat membuang barang, lalu
membeli yang baru. Setiap proses produksi barang menyumbang CO2.
·
Beli Makanan Organik
Tanah
organik menangkap dan menyimpan CO2 lebih besar dari pertanian konvensional.
The Soil Association menambahkan bahwa produksi secara organik dapat mengurangi
26% CO2 yang disumbang oleh pertanian.
·
Gunakan Lampu Hemat Energi
Bila Anda
mengganti 1 lampu di rumah Anda dengan lampu hemat energi, Anda dapat menghemat
400 kg CO2 dan lampu hemat energi 10 kali lebih tahan lama daripada lampu pijar
biasa.
·
Gunakan Kipas Angin
AC yang
menggunakan daya 1.000 Watt menyumbang 650 gr CO2 per jamnya. Karena itu,
mungkin Anda bisa mencoba menggunakan kipas angin.
·
Jemur Pakaian Anda di bawah Sinar Matahari
Bila Anda
menggunakan alat pengering, Anda mengeluarkan 3 kg CO2. Menjemur pakaian secara
alami jauh lebih baik: pakaian Anda lebih awet dan energi yang dipakai tidak
menyebabkan polusi udara.
·
Daur Ulang Sampah Organik
Tempat
Pembuangan Sampah (TPA) menyumbang 3% emisi gas rumah kaca melalui metana yang
dilepaskan saat proses pembusukan sampah. Dengan membuat pupuk kompos dari
sampah organik (misal dari sisa makanan, kertas, daun-daunan) untuk kebun Anda,
Anda bisa membantu mengurangi masalah ini!
·
Pisahkan Sampah Kertas, Plastik, dan Kaleng agar Dapat
Didaur Ulang
Mendaur
ulang aluminium dapat menghemat 90% energi yang dibutuhkan untuk memproduksi
kaleng aluminium yang baru – menghemat 9 kg CO2 per kilogram aluminium! Untuk 1
kg plastik yang didaur ulang, Anda menghemat 1,5 kg CO2, untuk 1 kg kertas yang
didaur ulang, Anda menghemat 900 kg CO2.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pemanasan global telah menjadi
permasalahan yang menjadi sorotan utama umat manusia. Fenomena ini bukan lain
diakibatkan oleh perbuatan manusia sendiri dan dampaknya diderita oleh manusia
itu juga. Untuk mengatasi pemanasan global diperlukan usaha yang sangat keras
karena hampir mustahil untuk diselesaikan saat ini. Pemanasan global memang
sulit diatasi, namun kita bisa mengurangi efeknya.Penangguangan hal ini adalah
kesadaran kita terhadap kehidupan bumi di masa depan. Apabila kita telah
menanamkan kecintaan terhadap bumi ini maka pmanasan global hanyalah sejarah
kelam yang pernah menimpa bumi ini.
Pemanasan
global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik
(seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna
tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas
sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan
pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana
seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman
penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko
kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada
antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut
(sea level rise) dan banjir.
3.2.Saran
Kehidupan ini berawal dari kehidupan
di bumi jauh sebelum makhluk hidup ada. Maka dari itu untuk menjaga dan
melestarikan bumi ini harus beberapa dekade kah kita memikirkannya. Sampai pada
satu sisi dimana bumi ini telah tua dan memohon agar kita menjaga serta
melstarikannya. Marilah kita bergotong royang untuk menyelematkan bumi yang
telah memberikan kita kehidupan yang sempurna ini. Stop Global Warming.
DAFTAR PUSTAKA
Wardiyatmoko.
2006. Geografi. Erlangga. Jakarta
Tjasyono,
Bayong HK. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung
Anonim.
2012. Pengertian Iklim. http://google.co.id/. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2012.
Alwi,
Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke - 3. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sastrawijaya,
A. Tresna, M.Sc. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Soeriaatmadja,
R.E. 1997. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB.
Sunarso,
Indri, Puryadi, Aris Fitriyana, Robani, Jupri. 2005. Pengetahuan Geografi
untuk SMP / MTs Kelas VII. Semarang: CV. ANEKA ILMU.
Yulipriyanto,
Hieronymus. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wikipedia Indonesia (Ensiklopedia Bebas
Berbahasa Indonesia) “ Gas Rumah Kaca”
Pikiran Rakyat edisi 19 September 2006 –
Nyamuk Ganas akibat Pemanasan Global”
Wikipedia Indonesia (Ensiklopedia Bebas
Berbahasa Indonesia) – Pemanasan Global”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga yang Komentar masuk Surga